Ibnu Zaidun



Biografi Sastrawan Arab
Ibnu Zaidun
          Nama lengkap Ibnu Zaidun adalah abu al-walid Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ghalib bin Zaidun Al Mahzumi Al Andalusi. Dia lahir pada tahun 1003 M. di Kordoba dan wafat pada tahun 1071 di Sevila.
          Dengan syi’irnya ia memberikan semangat kepada para pembelot. Karir politiknya yang menanjak drastis membuat banyak orang yang iri padanya, mereka yang yang dengki padanya kemudian secara bersama-sama menfitnahnya sehingga ia dipenjara begitu lama dan inilah yang menjadi waktu bagi walladah untuk memutuskan hubungan dengannya. Setelah kabur dari penjara ia pergi ke sevila dan di sana ia diangkat memimpin dua kementrian yaitu militer dan sebagai perdana menteri yang membuatnya dijuluki dzul wizaratain.[1]
          Dalam kehidupan sosial andalus berbeda dengan jazirah arab. Kebebasan wanita lebih besar menyebabkan ikhtilat dengan lawan jenis lebih banyak, disamping pendidikan wanita yg juga lebih layak. Hal ini menyebabkan para wanita andalus lebih tampil ke publik, sehingga banyak dari mereka yang terkenal dalam berbagai bidang diantaranya adalah walladah binti al-mustakfi.akulturasi budaya antar beragam ras juga menjadi ciri khas kehidupan sosial Andalusia. [Baca juga: Karakteristik Sya’ir Ibnu Hani]
     Ibnu zaidun menuliskan karyanya dengan bahasa yang mudah dimengerti sehingga memungkinkan untuk langsung dipahami namun tetap memiliki makna yang mendalam.
     Tema puisinya sangat beragam mulai ghazal, madh, ratsa’ dan lainnya namun tema yang paling sering dalam puisinya adalah ghazal yang mencakup sub-subnya seperti hanin, ratsa’ ghazal, dan lain-lain kemudian tabhi’ah menjadi tema utama kedua dalam karya-karyanya. Dua tema ini dapat dimaklumi sebagai tema mayor dalam sy’irnya mengingat walladah sang kekasih adalah cinta tak terhingganya sehingga menjadi inspirasi utama, sedang alam indah andalus mendorongnya menjelmakannya dalam sy’ir thabi’ah ditamabah secara khusus Ibnu zaidun sangat menyukai alam lingkungan seperti halnya Al-buhtury[2]. Secara total 50% karyanya bertemakan ghazal dan thabi’ah, 30 % bertemakan madh dan ratsa’ dan sisanya beragam[3]. Sementara itu ada juga sebuah karyanya yang bertema khamriyat yang menceritakan dirinya saat minum-minum bersama teman-temannya setelah diputus Waladah Binti Al-mustakfy[4].
     Gaya bahasanya seimbang antara yang menggunakan kalam khabary dan insya’i. dalam Balaghah ia paling senang menggunakan Thibaq dan muqabalah, bahkan ia dianggap oleh para ahli sebagai penyair arab yang paling sering menggunakan thibaq dan muqabalah.[5]
     Corak kepenulisan Ibnu zaidun sangat dipengaruhi oleh Al-buhtury, ia bahkan dijuluki Al-buhtury dari barat karenanya karakteristik karyanya sangat mirip Al-buhtury. Hal ini menurut para ahli karena ia sangat menggemari Al-buhtury atau karena ia memang sangat terobsesi untuk dijuluki demikian[6].
     Pada masa Ibnu zaidun kekhalifahan umawiyah runtuh dan Andalusia terpecah-pecah menjadi kerajaan-kerajan kecil yang dalam sejarah islam disebut muluk at-thawaif[7]. Bagian utara dikuasai orang-orang Kristen, bagian selatan (Granada) dikuasai Bani Ziriyah yang merupakan suku barbar (kulit hitam), bagian tenggara (Zaragoza) dikuasai bani Hud, bagian timur bangsa suqabalah, bagian tengah dan barat dikuasai Bangsa arab, barbar dan pribumi masing-masing bani jahwar di kordoba, bani abbad di sevila, bani dzinnun di Toledo dan bani afthos di Bathlius.
     Ibn Zaidun terkenal dengan shoohibu al wizaaratain. Disamping sebagai penyair, beliau juga sebagai komandan perang.
          Ayah beliau wafat ketika ibnu zaidun berumur 11 tahun. Sehingga ibnu zaidun di asuh oleh kakeknya. Beliau memulai hidupnya dengan menuntut ilmu melalui jejak ayahnya. [Baca juga: KEHIDUPAN UMRU’UL QAIS]
          Kemudian beliau melanjutkan menuntut ilmu kepada guru - guru pada masanya. Seperti: Abu bakar bin Muslim bin Ahmad dan Qadhi Abu bakar bin Dzakwan. Ibnu Zaidun mempunyai ilmu pengetahuan yang luas tentang kebudayaan, hal ini merupakan cerminan dari dari sejarah kebudayaan dan keislaman yang terdapat pada qosidah – qosidah beliau
          Selain menjadi seorang penyair, Ibnu Zaidun juga sebagai sebagai komandan perang dan seorang politikus. Beliau dijuluki sebagai “Buhturi di Barat” karena syair beliau menggunakan bahasa lembut dan indah yang terinspirasi dari al-Buhturi.




[1] Philip K Hitti. History of Arab ( Jakarta: PT.serambi ilmu semesta,2005) hal 712
[2]Raidah zuhdi Rasyid Hasan.Al-ma’ fi Syi’ri Al-buhtury wa Ibnu zaidun Dirasat al-muwazanah.(Naples: universitas Najah Wataniayah) hal 1
[3] Berdasarkan penghitungan pada jumlah karya dalam diwan Ibnu zaidun
[4]Dr.Fauzi Hadr. Anashir al-ibda’ al-fanny fi syi’ri Ibn zaydun.  (Kuwait : yayasan raja Abdul aziz, 2004).
[5] Ibid. hal 160
[6] Al-minhaj Al-jadid Fi Tarikh al-adab Al-araby (Beirut : Dar Al-ilm lil Malayin,1984)
[7]Hanna Al-fakhury. Tarikh al-adab araby (maktabah al-bulisiyah,1987)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karakteristik Sya’ir Ibnu Hani

CONTOH SYI’IR UMRU’UL QAIS