KEHIDUPAN UMRU’UL QAIS
Biografi
Sastrawan Arab
KEHIDUPAN UMRU’UL QAIS
Penyair ini berasal dari suku Kindah, yaitu suatu suku
yang pernah berkuasa penuh di Yaman. Karena itu Umru’ul Qais lebih dikenal
sebagai penyair Yaman dan Hadramaut.
Nasab penyair ini sangat mulia, karena dia sebagai
seorang anak raja Yaman yang bernama Hujr al-Kindy, dari segi nasab ibu penyair
ini adalah Fathimah binti Rabi’ah, saudari Kulaib Taghlibi seorang perwira arab
yang amat terkenal dalam peperangan al-Basus. Ditinjau dari segi nasb, penyair
ini sanagt berpengaruh terhadap kepribadiannya.
Sejak kecil ia dibesarkan
di Nejad, di tengah-tengah Bani Asad. Di lingkungan keluarga bangsawan kaya
raya yang suka berfoya-foya. Selain itu ia juga mempunyai beberapa kebiasaan buruk
lainnya seperti mabuk-mabukan dan bermain perempuan, hingga ia melalaikan kewajibannya
sebagai putra mahkota untuk menjaga nama baik kerajaan dan berlatih memimpin masyarakat.
Ia kerap kali dimarahi oleh ayahnya, bahkan akhirnya ia diusir dari istana.
Selama masa pembuangan, Umru'ul Qais
bergabung dengan para penyamun, preman atau brandalan, serta tunawisma Arab
yang sebaya dengannya.ia mengembara keseluruh pelosok jazirah Arab hingga ia bertemu
dengan masyarakat badui. Orang-orang badui ini sangat suka terhadap Umru’ul Qais
karena di samping ia mempunyai banyak harta, mereka juga membutuhkan spirit
lewat puisi-puisi yang ia ciptakan untuk mengadapi lawan-lawan mereka. [Baca
juga: Ibnu Zaidun]
Tabiat buruk Umru’ul Qais
yang gemar berfoya-foya, tidak juga hilang meskipun ia dalam masa pembuangan.
Suatu ketika saat ia sedang di sebuah warung minuman dan hiburan di suatu daerah
bernama Dammun, datanglah seorang kurir yang menyampaikan berita mengenai kematian
ayahnya. Ayahnya telah terbunuh di tangan kabilah Bani Asad, yaitu sebuah kabilah
yang sedang memberontak terhadap kekuasaan ayahnya. Namun, bukannya terkejut dan
menuntut balas atas kematian ayahnya, ia malah berkata dengan malas-malasan
"ضيعني
صغيرا, وحـملني دمه كبيرا, لا صحو اليوم, ولا سكر غدا, اليوم خمر, وغدا أمر"
“Ketika
kecil Aku disia-siakan ayahku, namun ketika besar aku
harus menaggung balas dendam atas kematianmu. Tidak ada kesadaran hari ini dan
tidak ada mabuk besok. Hari ini khamr besok adalah waktu balas dendam.”
Esok
harinya Ia berangkat menuju ke Nejad untuk menuntut balas kematiaan
orang tuanya. Untuk melaksankan niatnya itu Umru’ul Qais terpaksa meminta
bantuaan kekabilah-kabilah Arab yang masih famili, kabilah Taglib dan Baka.
Sehingga pertempuran ini berkecamuk
lama dan akhirnya pasukanya
dapat membunuh sebagian besar pasukan Bani Asad. Ketika Umru’ul Qais
menginginkan kemenangan lebih, para sekutunya mulai meninggalkannya.
Bani Asad meminta bantuan Kaisar Anwa Sirwan (Raja Persia),
sehingga tentara Qais kacau balau. Qais kemudian meminta bantuan kesana kemari.
Kepada Samuel ibn Adi pemimpin kabilah Yahudi, dan menitipkan harta dan
pasukannya, kemudian ia melarikan diri menuju kerajaan Romawi Timur
(Byzantium) di Turki. Di tengah perjalanan, penyair itu terbunuh oleh musuhnya
dan di makamkan di kota Angkara, Turki, dan tidak diketahui secara pasti tahun
berapa ia terbunuh, diperkirakan kurang lebih 82 tahun sebeum Hijriyyah atau
530-540 Masehi.
Sebagian besar
ahli sastra Arab berpendapat bahwa diantara puisi-puisi al-Mu'allaqat, puisi
Umru'ul Qais merupakan puisi yang paling terkenal dan menduduki posisi penting
dalam khazanah kesusastraan Arab jahiliyyah. Mu'allaqatUmru'ul Qais merupakan peninggalan yang paling agung
dan mempunyai peranan penting dalam perkembangan
kesusastraan Arab pada masa-masa selanjutnya.
Ada dua bentuk syair
yang di buat oleh Umru’ul
Qais. Bentuk
syairnya yang pertama adalah mengandung sifat kebaduian dalam ungkapan kering
dan kasar, dengan makna-makna yang seram. Mungkin ada beberapa faktor yang
menyebabkan tulisan syairnya bisa seperti itu, yakni karena keadaan geografis
wilayah yang ganas, pergaulannya dengan suku badui yang cendrung kasar tapi
mungkin sisi positifnya ia bisa mempunyai daya imajinasi yang kuat karena
bergaul dengan mereka yang mayoritaspribadi dan pikirannya bebas, pengalamannya
diusir dari istana ayahnya saat usianya masih belia juga memberi pengaruh
terhadap terhadap syairnya. [Baca juga: Karakteristik
Sya’ir Ibnu Hani]
Bentuk syairnya
yang kedua adalah bersifat Ghazal yakni puisi yang mempunyai gaya bahasa
yang tersendiri, dan gaya bahasa tersebut juga sudah biasa dipakai oleh
penyair-penyair kita yang terkemudian. Yaitu gaya bahasa dengan mengenang kisah
cinta abadi yang masih dirasakan keindahannya oleh penyair dan kekasihnya
(Unaizah dan Fatimah) di samping itu, penyair juga menunjukkan bahwa dirinya
mengenal dan mendalami kejiwaan wanita. Kadang-kadang Umru’ul Qais juga
mengenang keindahan wanita bersamaan dengan mengenang kenikmatan harta benda
dan kekayaannya sebegai seorang putera raja.
Dia juga menyifati seorang wanita itu dengan
seekor kijang yakni leher mereka yang panjang dan bagi persepsi orang jahiliyah
wanita yang mempunyai leher yang panjang sebagai seorang wanita yang cantik
rupawan.
Bila kita mempelajari
puisi karya Umru’ul Qais dengan mendalam maka kita akan mengerti bahwa
keindahan syairnya terletak pada caranya yang halus dalam syair ghazalnya. Ditambah
dengan kata kiasan dan perumpamaan. Sehingga banyak orang beranggapan bahwa dialah
yang menciptakan perumpamaan dalam syair Arab. Hanya saja kadang-kadang syairnya
tidak luput dari perumpamaan yang cabul atau porno terutama ketika membicarakan
kaum wanita, tetapi perumpamaan ini tidak mengurangi nilai syairnya karena kadar
kecabulannya tidak terlalu berlebihan. Disamping itu perumpamaan kecabulannya tersebut merupakan kebiasaan bagi setiap penyair Arab
dalam mengekspresikan sesuatu secara singkat, jelas,
dan padat.
Banyak
pengalaman-pengalamanya yang begitu mempengaruhi karya sastranya. Pengalaman disini adalah pengalaman yang
menyakitkan
dan mengiris hatinya seperti kandas cintanya dengan sang
kekasih
Unaizah,
keluarganya
dibunuh dan kerajaan ayahnya runtuh oleh musuh, kalah dalam perang menuntut balas dendam kepada Bani Asad.
Baca
juga: Belajar Bahasa Arab Pemula
Komentar
Posting Komentar