Al- A’sya Ibn Qais
Biografi Sastrawan Arab
Al- A’sya Ibn Qais
Nama asli penyair
ini adalah Abu Bashir Maimun Ibn Qais Ibn Jundul Al- Qaisy. lahir dan besar di
daerah Yamamah disebuah desa yang bernama Manfuhah. keahlian berpuisinya
didapat dari pamannya Al- Musayyab ibn Alas. para Ahli sastra menggap bahwa Al
Asya adalah sebagai orang keempat yamh samgat pandai bersyair setelah Umru Al-
Qais, Zuhair bin Abi Sulma, dan Nabighoh Adz Dzibyani. Tidak ada petunjuk atau
riwayat tentang masa kecil dan perkembangan beliau, kecuali ia di lahirkan di
wilayah Manfuhah di Yamamah.[1]
Mengenai keluarganya tidak ada yang
menyebutkan dengan detail bagaimana keadaannya, tetapi disebutkan bahwa ayahnya
dijuluki sebagai qatilul ju’I karena
ketika sedang dalam perjalanan ayah dari Al- A’sya berteduh dalam sebuh goa
untuk berlindung dari kepanasan tiba-tiba bebatuan dari Atas gunung jatuh dan
menutupi pintu goa tersebut, sehingga ayahnya mati karena kelaparan, karena
peristiwa ini sampai-sampai ada seorang penyair yang mengejek ayahnya dengan puisi
sebagai berikut :[2]
أبوك قتيل الجوع قيس بن جندل # وخالك عبد من خماعة راضع
bapakmu mati karena kelaparan (korban kelaparan) Qais Ibn Jandal,
dan pamanmu hamba dari khabilah Khuma’ah yang rendahan.
Penyair ini ditakuti oleh
orang-orang karena ketajaman lidahnya, dan sebaliknya ia juga disenangi orang
apabila dia memuji orang tersebut, karena dengan pujiannya orang itu akan
menjadi terkenal seketika.
Diriwayatkan pada suatu cerita bahwa
di kota Mekkah terdapat sorang miskin yang bernama Mukhalik. Orang ini
mempunyai tiga orang putri yang belum mempunyai jodoh karena miskin . Pada
suatu ketika keluarga ini mendengar kedatangan Al – A’sya ke Mekkah, maka
istrinya meminta kepada suaminya untuk mengundang Al- A’sya ke rumahnya. [Baca
juga: Abul Qasim Muhammad bin Hani’]
Setelah A’sya datang ke rumah itu,
istrinya memotong seekor unta untuk menjamu A’sya. Penyair ini sangat heran
sekali dengan kedermawanan orang miskin ini, ketika A’sya keluar dari rumah
itu, ia langsung pergi ke tempat orang berkumpul untuk mengabadikan
kedermawanan Mukhalik dalam suatu bait puisinya yang sangat indah sekali,
sehingga setelah itu banyak orang meminang ketiga putri Mukhalik. Puisi yang
diucakpan A’sya sebagai berikut :[3]
أرقت
وما هذا السهاد المؤرق # وما بي من سقم وما بي تعشق
لعمرى
قد لاحت عيون كثيرة # إلى ضوع نار في الفياع تحرق
نشب
لمقرورين يصطليا نها # وبات على النار النّدى و المحلق
رضيعى
لبان ثدى أم تقاسما # بأسحم داج : عوض لا نتفرقّ
ترى
الجود يجرى ظاهرا فوق وجهه # كما زان متن الهندوانى رونق
يداه
يدا صدق : فكف مبيدة # وكفّ إذا ما ضنّ بالمال ينفق
aku tak dapat tidur dimalam hari bukan karena sakit ataupun cinta.
mata yang melihat api yang menyala diatas bukit itu.
api itu dinyalakan untuk memanaskan tubuh kedua orang yang sedang
kedinginan di malam itu.
dimalam itu lah Mukhalik dan kedermawannya sedang bermalam.
di malam itu keduanya saling berjanji untuk tetap bersatu.
kamu lihat kedermawanan di wajahnya seperti pedang yang berkilauan.
kedua tangannya selalu benar, yang satu untuk membinasakan sedan
yang lain untuk berderma. [Baca juga:
Ali Ahmad Bakathir]
Pada akhir tahun keenam hijriah (628
M), A’sya berangkat ke Madinah dengan membawa puisi pujian kepada Nabi. Para
pemuka Quraisy sangat ketakutan bila pujian ini disampaikan kepada Nabi akan
membangkitkan syiar dakwah Islam. Sebelum sampai ke Madinah para pemuka Quraisy
mengumpulkan hadiah besar dan menyerahkannya ke A’sya dengan syarat ia harus
kembali ke Yamamah. A’sya kemudian mengurungkan niatnya menemui Nabi , kemudian
kembali pulang ke Yamamah, dalam perjalan pulangnya A’sya meninggal dunia.[4]
Baca juga: Belajar Bahasa Arab Pemula
Komentar
Posting Komentar